Oleh Sutopo Enteding
BANGGAI –Beberapa waktu lalu, saya tersinggung dengan ungkapan seorang pengusaha lokal di kampung saya.
Ungkapan itu seolah memastikan bahwa seluruh wartawan kelakuannya serupa. Memainkan kemampuan menulisnya untuk meraup keuntungan.
Misalnya, pengusaha atau sebut saja kontraktor tak becus mengerjakan proyek APBD, lalu si pewarta mendapatkan bukti beserta dokumentasinya yang benar-benar membuktikan pekerjaan proyek tidak dilaksanakan sesuai RAB (rencana anggaran biaya).
Upaya konfirmasi dilakukan, namun upaya ‘cover both side’ (proses peliputan suatu berita atau informasi yang melibatkan dua sudut pandang yang berbeda atau berlawanan) hanyalah digunakan sebatas ‘deal’.
Akhirnya, berita tak diterbitkan dan pewarta mendapatkan manfaat segepok uang atau lebih dari segepok.
Branding terlanjur merusak marwah profesi pewarta adalah hal sulit diperbarui.
Tentu, mereka yang berasumsi demikian, karena menemui pewarta yang benar-benar menjual kehormatannya. Dan bahkan, memang sengaja menjual kehormatannya sebagai pewarta.
Ada banyak kasus miris para pewarta. Mungkin saja, tak kuat dengan kondisi ekonomi atau mungkin saja kasus yang berpeluang untuk bisa ‘dimainkan’.