BANGGAI — Seorang siswi SMP Negeri 1 Bunta, Kecamatan Bunta, Kabupaten Banggai, terpaksa pindah ke sekolah yang lain.
Pasalnya siswi berprestasi yang telah mengharumkan nama baik SMPN 1 Bunta dalam prestasi juara 3 lomba OSN dan sederet karya prestasi lain akhirnya harus pindah sekolah terlebih berpisah dengan rekan rekan sekelasnya menyusul perundungan beberapa oknum guru pada siswi tersebut.
Orang tua wali murid kepada media ini Sabtu (14/9) mengaku, tidak sekali dua kali anaknya di buat buli oleh beberapa oknum guru di SMP 1 Bunta.
Di kisahkan sejak duduk di kelas satu hingga kelas tiga selalu saja mendapat perundungan dari oknum dengan kalimat kasar di bentak bahkan acap kali dengan makian.
Terakhir anaknya di sebut berbohong oleh oknum guru dengan cara membentak mengenai handphone yang disita. Jadi sangat oknum ini menyita handphone beberapa murid termasuk handphone milik anaknya dan kata oknum guru tadi handphone akan di kembalikan 3 hari nanti.
Mungkin tidak terima anak saya melapor soal handphone yang di sita dan 3 hari baru akan di kembalikan, sang oknum melakukan intimidasi dan memarahi anak saya saat jam sekolah dengan bahasa kasar bernada tinggi dengan menuding anak saya berbohong dan menyebut tukang lapor sama orang tua, “Tidak mungkin anak anak bohong dengan apa yang mereka dengar kalau handphone itu akan di kembalikan 3 hari,” ujarnya.
Sambungnya kalau bukan mereka cerita ke orang tua, lalu ke siapa lagi mereka ceritakan apa yang di alami dan di rasakan saat berada di sekolah. Umumnya anak anak apalagi anak perempuan apa yang mereka alami baik buruk di sekolah pasti diceritakan ke orang tua, “Namanya torang punya anak pasti dia lapor ke orang tuan. Si oknum guru perempuan, kalau anaknya di perlakukan kayak begitu, terima atau tidak,” tanya dia.
Bahkan kalimat yang membuat anak saya tertekan dan trauma sang oknum guru itu dengan kasarnya, merasa mungkin sekolah itu miliknya, “Kalau mau pindah sekolah pindah saja, yang di ucapkan depan teman temanya,” ujarnya.
Ucapan itulah yang membuat anak saya malu dan tidak mau lagi sekolah selama 2 hari, pada pekan kemarin. Meskipun sudah di bujuk untuk sekolah tetap saja tidak mau dan minta pindah ke sekolah lain.
Akhirnya demi keberlanjutan pendidikan karena mengingat tidak lama lagi akan menamatkan SMP maka saya selaku orang tua tidak ingin anak saya kehilangan keceriaan dan prestasi, dan memutuskan pindah ke sekolah lain.
Memang sudah lama anak saya minta pindah sekolah karena mengaku sering di marah marah guru dengan kata kata kasar mengganggap anak murid seperti musuh orang dewasa. Tapi saya masih sabar walau kesal juga dengan sikap kepsek kerana tidak ada tindakan tegas pada oknum perundungan, “Meskipun sudah di sampaikan tetap saja tidak ada tindakan tegas dari kepsek sehingga oknum guru tetap saja brutal dengan perawakan buruknya yang jauh dari seorang pendidik,” kesalnya.
Anehnya lagi oknum guru saat di hubungi di nomor miliknya justru memblokir nomor kontak begitupun kepsek yang terkesan mengabaikan masalah serius yang di alami anaknya. Terkesan ada sebuah pemufakatan jahat di sekolah yang kelihatan bagus tapi amburadul di dalamnya seperti kejadian yang di alami anak saya, hal kejadian belum lama ini tentang perkelahian beberapa siswa hingga urus di polsek yang menandakan bahwa sekolah ini gagal membina anak anak sebagaimana harapan Disdikbud Banggai tentang mutu pendidikan yang berkualitas.
Wali murid yang menyesalkan perbuatan oknum guru tersebut berencana membuat segara laporan resmi pada Disdikbud Banggai dan juga Bupati hingga Komnas HAM. Karena apa yang di lakukan sang oknum guru sudah sangat kelewatan dan tidak menggambarkan seorang pendidik bermoral mengayomi anak murid sebagai tanggung jawabnya seorang guru.
Seharusnya pihak sekolah yang harus menghubungi orang tua, menyurat atau seperti apa jika ada sesuatu. Semuanya nanti di ceritakan anak murid, lalu mereka di salahkan dan jadi objek perundungan dengan kalimat tidak pantas di ucapkan di usia mereka yang masih senja, “Kita sekolahkan anak kita bukan untuk di buli atau di kasari, apalagi anak perempuan,” tambahnya.
Selama anak saya sekolah di SMP I Bunta tidak ada lembaga pengawasan seperti (komite) untuk berkoordinasi, jangankan pengurusnya yang tidak di ketahui siapa siapa mereka, rapat komite dengan wali murid pun tidak pernah sama sekali, kalau komite aktif pasti kita dapat berkoordinasi dengan mereka selaku yang mengawasi,” tutupnya.*
(zuma)