Pilkada 2024

Mantan Hakim MK, Prof Aswanto : Tiga Poin Dalil Pemohon 03 Sudah Selesai Dalam Tahapan Pilkada

Zulkifly Mangantjo
100
×

Mantan Hakim MK, Prof Aswanto : Tiga Poin Dalil Pemohon 03 Sudah Selesai Dalam Tahapan Pilkada

Sebarkan artikel ini
Saksi
Saksi ahli paslon AT-FM pada persidangan pemeriksaan keterangan saksi dan ahli di ruang sidang Mahkamah Konstitusi. (foto : ss/yutub)

BANGGAI — Saksi ahli pihak terkait paslon Bupati Amirudin Tamoreka dan Wakil Bupati Furqanuddin Masulili (AT-FM), Prof Aswanto menyebut tiga poin mendasar dalil pemohon paslon 03 sebenarnya sudah selesai dalam tahapan Pilkada Banggai 2024.

Prof Aswanto yang juga pernah menjabat Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) RI pada 21 Maret 2014 dan Wakil Ketua sejak 2 April 2018, Prof Aswanto mengaku tidak bermaksud mensimplikasi permohonan pemohon.

“Kalau kita melihat dan mencermati secara saksama, maka apa yang di persoalkan pemohon adalah masalah yang sudah selesai pada tahapan sebelumnya,” ujar Aswanto di ruang sidang Panel II Mahkamah Konstitusi di pimpin Hakim Saldi Isra, Rabu (12/2).

Kemudian juga dalil memobilisasi struktur SKPD camat, lurah, kepala desa dan dukungan ASN pada pasangan calon tertentu dan satu dalil yang penting untuk kita diskusikan bersama yaitu dugaan daftar hadir pemilih yang dianggap bermasalah karena tanda tangannya identik kata Prof Aswanto yang merupakan guru besar Ilmu Hukum Pidana dan Hak Asasi Manusia di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin di Makassar.

Lanjut Prof Aswanto, mengatakan apa yang di atur dalam undang undang pemilihan itu untuk mengatur pilkada yang demokratis untuk menghasilkan pemimpin yang menjadi harapan sebagian besar pemilih.

Aswanto menjelaskan kedalam Undang Undang Pilkada Nomor 10 tahun 2016 telah menegaskan bahwa pada masing masing tahapan itu ada lembaga yang di beri kewenangan untuk menyelesaikan kalau terjadi persoalan persoalan hukum di dalamnya.

Kembali tiga hal yang di dalikan pemohon yang dianggap bertabrakan dengan rambu rambu yang di sudah ditentukan dalam undang undang pilkada. Kembali kalau kita melihat tiga hal tadi adalah dugaan pelanggaran yang sebenarnya masuk dalam rana pengawasan pemilu untuk menyelesaikan, “Agar tidak menganggu penyelenggaran pilkada,” terang Aswanto.

Baca Juga :  Petahana Amirudin Sebut Mau Menang Atau Kalah di Kilo 8 Saya Tetap Tunaikan Janji Air Bersih

Kalau itu tidak di lakukan koreksi atau tindakan maka akan mencedrai pilkada yang kita harapkan demokratis melahirkan pemimpin yang betul betul punya legitimasi yang sangat kuat.

Dia mengaku bahwa kewenangan lembaga Bawaslu itu hampir sama dengan sebuah lembaga peradilan dan ada yang menganggap bahwa tugas tugas itu adalah kuasi peradilan karena memang penyelesaianya di saring dan di atur sedemikian rupa sehingga apa yang di putuskan lembaga Bawaslu adalah keputusan yang betul betul adil, objektif demi menghindari terjadinya pelanggaran pelanggaran di dalam pilkada itu sendiri.

Undang Undang Nomor 10 tahun 2016 di jabarkan tentang laporan dan temuan pada bagian a dan c kalau terjadi dugaan pelanggaran seperti dalil pemohon tentang penyalahgunaan realisasi program maka mekanismenya bagi yang menganggap terjadi dugaan pelanggaran itu tidak boleh diam, “Karena tanggung jawab kita semua untuk mewujudkan pilkada yang demokratis,” terangnya.

Dan terkait dugaan penyalahgunaan kewenangan ini telah di laporkan ke Bawaslu karena itu kewenangan Bawaslu. “Tentu kalau lembaga lain diberikan tugas untuk menyelesaikan tugas yang semestinya sudah di jadikan kewenangan tertentu, ini tentu menjadi tidak sistematis dan menjadi tidak tertib penyelenggaran pilkada,” bebernya.

Padahal salah satu ukuran keberhasilan pikada itu penyelenggaran harus tertib maka kalau terjadi dugaan penyalahgunaan realisasi program laporkan ke Bawaslu kalaupun tidak ada laporan lebih pada dugaan Bawaslu bahwa itu ada dugaan pelanggaran maka bisa di jadikan sebuah temuan sebagaimana pasal 30 bagian c Undang Undang Nomor 10 tahun 2016.

Baca Juga :  Ketum Demokrat AHY Serahkan Formulir B1-KWK Pada Paslon AT-FM, Samiun L Algi : Mbalelo Maka Siap Angkat Kaki

“Tapi dalam kasus aquo ini bukan temuan tapi laporan kepada Bawaslu dan ternyata menurut Bawaslu setelah melalui mekanisme maka laporan itu tidak terbukti dengan begitu laporan tadi di anggap selesai demi tertib pilkada,” bebernya.

Artinya tidak relevan lagi dibawa ke lembaga yang memiliki kewenangan mengurusi sengketa hasil dalam hal ini adalah Mahkamah Konstitusi (MK). Kemudian mobilisasi terstruktur camat, lurah, kades. “Inipun sudah di laporkan ke Bawaslu, dan Bawaslu mengatakan tidak terbukti,” tegasnya.

Kalau kita percaya pada lembaga yang diberikan kewenangan menyelesaikan itu, maka tidak ada alasan lagi mempersoalkan masalah tersebut karena sudah di selesaikan oleh lembaga yang di berikan kewenangan dalam hal ini Bawaslu Banggai.

“Terlepas percaya atau tidak percaya pada Bawaslu, ini adalah sebuah lembaga yang resmi lembaga yang berdasar undang undang tentu harus kita hargai,” sebutnya.

Kemudian dugaan pelanggaran pemilu dengan teridentifikasi tanda tangan identik pemilih. Dimana secara faktual yang bersangkutan datang, usai memilih kemudian langsung pulang lupa tanda tangan dan tidak mungkin penyelenggara harus menyusul ke rumah, tapi dia memilih lupa tanda tangan itu sebabnya di contreng penyelenggara.

Pada hal serupa juga seperti satu TPS Pilkada Walikota Makassar itu tanda tangan identik hampir semua, tapi faktanya mereka atau yang bersangkutan datang memilih, “Dan Mahkamah Konstitusi memutuskan ini tidak mungkin di lanjutkan dalam sidang pemeriksaan pokok perkara atau diskualifikasi,” tutupnya.*

(zuma)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!