Ibaratnya, kejahatan terjadi bukan hanya karena niat pelakunya, tapi ada kesempatan. Ini adalah soal etika, dan masalah paling banyak mendera pewarta adalah etika.
Setelah keran terbuka, kemunculan media cetak menjamur di mana-mana. Kecanggihan teknologi saat ini, kian bertambah banyak lagi media online. Kemunculan media online, selain kecepatan penyajian berita, penerbitan media online tergolong minim modal.
Berbeda ketika menerbitkan koran cetak. Untuk mencetak koran, butuh padat modal. Bahkan, tak ada hitungan break even point atau titik impas. Sebab, bisnis koran, bukan seperti menjual barang kebutuhan harian. Butuh trust atau kepercayaan publik.
Baik media cetak maupun media online, tumbuh kembangnya bertumpu pada kepercayaan. Nah, kepercayaan itu dibangun atas etika yang melekat pada pewarta. Istilahnya adalah integritas.
Sejatinya, kemunculan media online bak jamur di musim hujan patut diapresiasi.
Sebab, dengan menjamurnya media, akan semakin baik penyajian narasi. Juga berdampak baik, akan pengawasan terhadap sesuatu. Dalam perkembangan kekinian, selain masalah etika yang masih senantiasa mengemuka, perihal sumber daya manusia pewarta patut jadi perhatian.
Dulu, ketika era media cetak, 8 hingga 10 pewarta tergabung dalam satu media cetak. Sekarang fenomena itu berbanding terbalik. Sepuluh pewarta, 10 juga jumlah medianya (baca: oneline).
Dalam pencermatan selama ini, media cetak masih lebih unggul kualitas produknya ketimbang produk media online. Media online keunggulannya, cepat. Apalagi, rerata pembaca sudah terbiasa menerima sajian dalam bentuk share berita online di telepon genggam berbasis android.