Berita

136 Sengketa Pilkada 2020, Hanya 25 Pemohon Disebut Penuhi Ambang Batas 0,5 Sampai 2 Persen

Zulkifly Mangantjo
657
×

136 Sengketa Pilkada 2020, Hanya 25 Pemohon Disebut Penuhi Ambang Batas 0,5 Sampai 2 Persen

Sebarkan artikel ini

JAKARTA,DIKTENEWS.COM — Peneliti lembaga riset Konstitusi Dan Demokrasi (KoDe) Muhamad Ihsan Maulana menuturkan dari 136 permohonan yang didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait permohonan perselisihan hasil Pilkada 2020 yang memenuhi syarat ambang batas 0,5 hingga 2 persen diperkirakan hanya 25 permohonan dari total 136 permohonan seperti dikutip dari TEMPO.CO

“Dari 136 permohonan yang masuk ke MK dan juga 116 daerah, ada 25 permohonan yang memang memenuhi ambang batas sebagaimana ditentukan oleh Pasal 158 UU Pilkada,” tutur peneliti lembaga riset Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis 7 Januari 2020.

Ihsan Maulana mengatakan untuk pemilihan gubernur, dari enam daerah dengan tujuh permohonan, terdapat dua permohonan yang dipastikan lolos ambang batas, yakni pemilihan gubernur Jambi dan Kalimantan Selatan.

Baca Juga :  Diduga Kelompok MIT Poso Pelaku Pembunuhan 4 Warga Dan Pembakaran 7 Rumah Di Kabupaten Sigi

Untuk pemilihan bupati, dari 96 daerah yang hasil pemilihannya disengketakan ke Mahkamah Konstitusi, hanya sebanyak 22 daerah yang disebut masuk ambang batas.

Daerah-daerah tersebut adalah Karimun, Sumba Barat, Indragiri Hulu, Nabire, Mandailing Natal, Kotabaru, Sumbawa, Labuhanbatu, Labuhanbatu Selatan, Solok dan Panukal Abab Lematang Ilir.

Selanjutnya Tasikmalaya, Tojo Una-Una, Morowali Utara, Rokan Hulu, Malaka, Rembang, Sekadau, Purworejo, Konawe Selatan, Teluk Wondama dan Lingga.

Baca Juga :  Polsek Pagimana Gagalkan "Captikus" Nyaris Lolos Ke Desa Pasokan

Sementara untuk pemilihan wali kota, Ihsan Maulana menuturkan hanya sengketa hasil pemilihan daerah Ternate yang masuk ambang batas dari 14 permohonan yang diterima Mahkamah Konstitusi.

Meskipun hanya 25 daerah yang permohonannya memenuhi ambang batas dalam sengketa pilkada, ia menekankan permohonan lain tidak serta merta tidak akan diterima Mahkamah Konstitusi karena lembaga itu menggeser ambang batas dari syarat formal menjadi pokok materi.

Untuk itu, permohonan yang tidak memenuhi ambang batas tidak langsung tidak dipertimbangkan, melainkan akan tetap diperiksa pokok permohonannya.*

(zoel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!